Senin, 04 Januari 2010

ICT dalam Pembelajaran

4 Januari 2010(Pendidikan)

Penggunaan ICT dalam kelas

Information and Communication Technology ( ICT ) yang kemudian diindonesiakan menjadi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan bentuk dari dinamisasi dunia global yang menandai dunia tanpa batas. Ini jelas terjadi karena


TIK tidak mengenal wilayah geografi sebagai pengejawantahan dari manfaat teknologi bagi kesejahteraan manusia; efektifitas dan efisiensi kerja. Efektifitas dan efisiensi dimungkinkan dari terreduksinya waktu dan materi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dari seharusnya.

TIK menjadi symbol kemajuan bagi sebuah bangsa, maka tak heran kalau TIK menjadi mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak-anak sekolah saat ini[1]. TIK menjadi sesuatu yang mutlak untuk dikuasai untuk mengejar ketertinggalan teknologi bangsa Indonesia. Bahkan di berbagai sekolah yang mengklaim sebagai sekolah unggulan, sekolah model dsb, pasti akan memprioritaskan dan menambah pelajaran TIK dalam jadwal pelajarannya serta memperbanyak media-media yang membantu pengembangan pembelajaran. Perkembangannya yang sangat cepat dan pesat menuntut semua komponen sekolah harus mampu mengejarnya, tak terkecuali guru.

Kehadiran TIK akan memperkuat model pembelajaran yang berpusat pada siswa ( learner centered) di samping yang sudah berkembang secara konvensional ( outer centered).[2] Ini sebagaimana diramalkan oleh Wrigley bahwa pada saatnya ketika dating era informasi, peran guru akan berkurang seiring makin pesatnya penggunaan komputer berbasis jaringan sebagai sumber ilmu pengetahuan. [3]Kehadiran TIK bagi sebagian kalangan akan memberi jawaban terhadap peroalan pendidikan, misalnya menambah kekayaan media pembelajaran dari yang sudah ada. Bahkan media pembelajaran ini bisa diringkas dalam seperangkat computer sebagai basis TIK.

Lantas sejauhmana urgensi dari penggunaan TIK/ICT dalam kelas? Apa peran guru dan murid dengan hadirnya ICT ini? Bagaimana implementasi ICT dalam pembelajaran di kelas?Apa kelebihan dan kekurangannya, serta hambatan implementasinya? Pertanyaan – pertanyaan itulah yang hendak dijawab dalam makalah ini.

Era Teknologi Informasi dan Komunikasi di Sekolah

Bagaimana sebetulnya hubungan teknologi dan pendidikan itu sendiri, sehingga nampak bahwa keduanya bisa saling mendukung. Ini bisa terjewab kalau kita juga melihat tentang tujuan keduanya; tujuan pendidikan dan tujuan teknologi itu sendiri.

Perkembangan teknologi informasi telah memberikan andil dalam pergeseran yang terjadi dalam proses pemebalajaran dari bentuk konvensional – konservatif ke bentuk yang lebih variatif. Mengutip Rosenberg, Mohamad Surya Ketua Umum PGRI dan anggota DPD, memberikan lima poin pergeseran yang terjadi; (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran[4](4) fasilitas fisik ke fasilitas network, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata.[5]

Dari kelima hal di atas setidaknya memberikan gambaran akan manfaat penggunaan TIK dalam pembelajaran di kelas sebagai satuan terkecil dari system persekolahan. Sehingga dalam prakteknya akan muncul tradisi hingga tata nilai baru seiring masuknya ICT dalam kelas. Guru yang tidak harus masuk kelas, pembelajaran berbasis internet, atau yang kemudian popular dengan sebutan e-learning pasti akan memunculkan hal baru yang sangat berbeda dengan kebisaaan yang selama ini dilakukan dalam pembelajaran. Hal ini tentu bukan untuk menegasikan kehadirannya, tetapi justru menuntut untuk bagaimana mengelola kehadirannya secara cermat.

Berbagai analisa dan prediksi pada awal millennium telah banyak diulas, di antaranya menyatakan bahwa nantinya kelas akan terdiri dari seperangkat teknologi canggih ( hi-tech) yang dibawa, baik oleh guru maupun murid, dari notebook mutakhir sampai jam tangan yang berisi memory-memory layaknya computer.

Dari sini prediksi-prediksi berkaitan dengan semakin majunya media pembelajaran berbasis ICT semakin bisa dibaca. Misalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan teknologinya. Dari mahalnya pengeluaran dan arus perangkat yang semakin mutakhir. Bagaimana kemudian mengejar perkembangan teknologi ini. Bagi sekolah-sekolah dengan capital besar tidak akan ada masalah, namun bagi sekolah bermodal pas-pasan, maka akan tidak bisa mengejar.

Sehingga pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan adalah:

1. Mahalnya perangkat, baik lunak maupun keras dan makin cepatnya perkembangan teknologi

2. pembuatan program dan rumitnya pengoperasian. Ini membutuhkan SDM khusus dan handal yang mampu mengejar ketertinggalan.

Penggunaan ICT dalam pendidikan di Indonesia, khususnya penggunaan untuk pembelajaran masih sangat jarang. Paling banyak adalah penggunaan teknologi berbasis computer yang tak terhubung secara on line. Ini wajar karena banyak hambatan dan keterbatasan mengingat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakannya.

Maka tak heran kalau kemudaian dinyatakan bahwa Indonesia belum siap dengan dunia IT. Ini berdasarkan penelitian The Economist Intelegent Unit yang menyatakan bahwa inidonesia menempati rangking 67 dari 69 negara yang disurvay dengan indicator:

1. Penggunaan IT oleh perusahaan dan perorangan

2. Konektivitas infrastruktur

3. Lingkungan social budaya

4. Kebijakan dan visi pemerintah

5. aturan dan kebijakan lingkungan

sementara menurut penelitian dari PBB, Indonesia menempati urutan ke 106 dari 180 negara yang disurvay dalam hal penggunaan IT.[6] Namun penelitian di Aerika sendiri menyatakan bahwa di negara pusat teknologi ini juga tidak merata dalam pengguanan IT dalam pendidikan.[7]

Guru yang dalam pembelajaran konvensional menjadi central, maka dengan hadirnya TIK menjadi beralih fungsi dan peran dengan tetap mempertahankan beberapa peran yang sudah ada. Artinya guru tidak lantas kemudian hilang sama sekali perannya, karena bagaimanapun kehadiran guru masih dibutuhkan.

Kalau melihat kehadiran TIK, maka ini akan inheren dengan fungsi teknologi dalam pembelajaran, yaitu:

1. Mendorong agar siswa atau masing-masing orang bisa belajar mandiri

2. mendesain informasi menjadi lebih mudah dikomunikasikan

3. belajar sesuai dengan kebutuhan sehingga memudahkan dalam belajar

4. mengoiptimalkan potensi pembelajar sesuai minat dan bakat yang dimiliki melalui maksimalisasi penerapan teori dan praktek

5. terpenting adalah belajar menjadi lebih efektif [8]

Dari sini guru bisa memetakan manfaat dan memfungsikan TIK dalam pembelajaran. Dalam menghadirkan fungsi teknologi asas praktis, efektif dan efisien menjadi acuan acuan utama. Artinya kalau kehadirannya justru menyulitkan dan menambah beban materi dan waktu maka kehadiran TIK justru tidak ada gunanya. Namun rasanya hal ini tidak akan terjadi di era informasi ini. Di mana perangkat komunikasi nirkabel sudah merambah sampai ke pelosok pedesaan. Kehadiran teknologi ini harus digunakan sebaik-baiknya dengan pengelolaan yang tepat. TIK yang sudah menyatu kehadirannya dengan masyarakat menjadi sesuatu yang harus dimuati nilai baik.[9] Maka tugas guru untuk menagkap kehadiran TIK ini menjadi sesuatu yang positif dan berdaya guna bahkan menjadi bernilai ekonomis (ergonomis).

Blache W. O’Bannon dan Kathleen Puckett mengutip dari Sandholftz, Ringstaff, dan Dwyer, menjelaskan bahwa penerimaan terhadap teknologi pada guru tidak mudah karena rumit, njlimet dan keengganan lain. Namun berangsur-angsur ini bisa diatasi denganpelatihan-pelatihan hingga guru mau menerima kehadiran dan menggunakan teknologi untuk pengembangan pengajarannya.[10]

Skinner, ahli psikologi pendidikan, mengemukakan aspek – aspek dari pengajaran berbasis teknologi sebagai berikut[11]:

1. Menambah perhatian siswa

2. Menginformasikan hasil yang ingin dicapai

3. Mengaktifkan bakat yang relevan

4. Memberikan stimulus yang berhubungan dengan tugas-tugas

5. Menghadirkan respon secara langsung

6. Memberikan umpan balik

7. Menilai performance

8. Menyediakan transfer pembelajaran

9. Memperkuat ingatan

Sedangkan UNESCO mengklasifikasikan penggunaan ICT untuk pembelajaran dalam empat tahap yaitu: emerging, applying, integrating, transforming. Tahap emerging yaitu, tahap ketika baru menyadari akan pentingnya kehadiran ICT dalam pembelajaran dan belum menerapkannya. Ini yang nampaknya banyak terjadi di Indonesia ( mungkin juga di kelas ini ). Kemudian yang kedua adalah tahap applying, yaitu tahap yang lebih maju di mana ICT telah dijadikan sebagai objek kajian dan pelajaran di sekolah-sekolah ( juga madrasah tentunya). Tahap ini juga sudah dilalui oleh sekolah saat ini sebagaimana dipaparkan dalam pendahuluan.

Yang ketiga yaitu tahap integrating, di mana ICT sudah diintegrasikan dalam pembelajaran atau dalam kurikulum. Tahap ini nampaknya baru banyak berjalan untuk perguruan tinggi saja. Sedangkan tahap transforming yaitu tahap paling ideal di mana ICT telah benar-benar menjadi perangkat yang digunakan dalam pembelajaran sehingga menjadi basis perubahan sekolah. Ini meliputi pengaplikasian ICT, baik dalam pembelajaran maupun dalam administrasinya.[12]

UNESCO juga merumuskan tentang tujuan dari pengintegrasian ICT dalam kelas untuk; pertama, membangun “Knowledge-Based Society Habits”, seperti kemampuan dalam problem solving, mengkomunikasikan dan mengolah informasi itu sendiri menjadi pengetahuan baru. Kedua, untuk mengembangkan ketrampilan menggunakan ICT dan ketiga, untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.[13]

Prinsip Penggunaan ICT dalam Pembelajaran kelas

Dengan memperhatikan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan tentang urgensi penggunaan ICT dalam kelas serta prinsip-prinsip penggunaan ICT dalam kelas. Secara umum dengan terintegrasikannya kelas dengan ICT maka sangat dimungkinkan bahwa kelas bisa dibawa ke kancah global. Kelas bisa terhubung tanpa sekat dengan kelas yang lain, bahkan “dunia lain”. Dengan demikian pembatasan dan konsepnya harus jelas. Untuk apakah penggunaan ICT dalam kelas? Apakah akan belajar menggunakan ICT ataukan Menggunakan ICT untuk belajar? Idealnya tentu adalah bagaimana memanfaatkan ICT untuk belajar.

Prinsip umum penggunaan teknologi, dalam hal ini ICT, adalah sebagai berikut:

1. Efektif dan efisien. Penggunaan ICT harus memperhatikan manfaat dari teknologi ini dalam hal mengefektifkan belajar, meliputi pemerolehan ilmu, kemudahan dan keterjangkauan, baik waktu maupun biaya. Dengan demikian, penggunaan ICT yang justru membebani akan berakibat tidak berjalannya pembelajaran secara efektif dan efisien.

2. Optimal. Dengan menggunakan ICT, paling tidak pembelajaran menjadi bernilai “lebih” daripada tanpa menggunakannya. Nilai lebih yang diberikan ICT adalah keluasan cakupan, kekinian (up to date), kemodernan dan keterbukaan.

3. Menarik. Artinya dalam prinsip ini, pembelajaran di kelas akan lebih menarik dan memancing keingintahuan yang lebih. Pembelajaran yang tidak menarik dan memancing keingintahuan yang lebih akan berjalan membosankan dan kontra produktif untuk pembelajaran.

Dengan demikian tujuan ICT akan sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri ketika digunakan dalam pembelajaran. Penggunaan ICT tidak justru menjadi penghambat dalam pembelajaran namun akan memberikan manfaat yang lebih dalam pembelajaran. Persoalannya, sejauh mana kesiapan sekolah berserta komponennya dalam pemanfaatan teknologi ini?.

[1] Pada era penulis masih sekolah, pelajaran computer hanya menjadi mata pelajaran ekstrakurikuler dengan mendompleng kepada lembaga kursus lain.

[2] Diaz D. Santika dalam, Mozaik Teknologi Pendidikan, ed. Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, ( Jakarta: UNJ, 2004), hlm. 167-168

[3] Nobert Pachler dan Caroline Daly dalam Enhancing Learning Trough Technology, oleh Elsebeth Korsgaard S & Daithi O’ Murchu,ed, (Hershey: Information Science Publishing, 2006), hlm.1

[4] Dr. Syopian sering menyebut paperless (tanpa kerta)

[5] Mungkin yang dimaksud adalah dari satuan waktu yang banyak menjadi lebih kecil. Lihat Muhamad Surya, Potensi Teknologi Informasi daalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Kelas, Makalah dalam seminar “ Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Pendidikan naka Jarak Jauh Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan”. Pustekom Dekdiknas RI Jakarta. 12 Desember 2006.

[6] The Jakarta Post, Monday, May 5, 2008, page 9.

[7] Blanche W. O’Banon dan Kathleen Puckett, Preparing To Use Technology; a Practical Guide to Curriculum Integration,(USA: Pearson and AB, 2007), hlm.3

[8] Agus Kurniawan Afianti dan Anggieranidipta Suma dalam Mozaik Teknoligi Pendidikan..hlm.122-130

[9] Beberapa kalangan menilai bahwa teknologi itu bebas nilai.

[10] Blanche W. O’Banon dan Kathleen Puckett, Preparing To Use Technology; a Practical Guide to Curriculum Integration,hlm. 9

[11] John McNeill, Curriculum;A Comprehensive Introduction, ( Los Angeles: Harper Collins Publisher, 1996), hlm 59

[12] Uwes Anis Chaeruman, Mengintegrasikan TIK dalam Pembelajaran, dalam Jurnal TEKNODIK, No. 16/ IX/ Juni 2006. hlm. 47-49.

[13] Uwes Anis Chaeruman, Mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran…hlm. 51-52